Sepanjang sebulan masa kampanye,
masalah lingkungan dan hutan paling banyak diberitakan. Jumlahnya sama
dengan informasi mengenai program presiden terhadap lingkungan.
Sedangkan track record capres-cawapres terhadap lingkungan terbilang
sedikit, (Selengkapnya simak tabel 5).
Meski
terdapat asumsi berita media massa cetak lebih dalam ketimbang media
massa cetak, namun untuk urusan lingkungan terjadi pola yang sama:
berita pendek sekedar informasi. Bahkan berita Rakyat Merdeka hanya
menyebut : menerima masukan mengenai illegal logging (Kompas, 23/06/04,
Rakyat Merdeka, 22/06/04, Suara Pembaruan, 21/06/04).
Hal
ini menyebabkan mampatnya informasi mengenai kepedulian capres-cawapres
terhadap isu lingkungan dan hutan. Yang patut digarisbawahi, beberapa
berita hanya menempatkan isu mengenai lingkungan di sela-sela isu lain.
Alhasil berita yang disampaikan hanya 2 atau 3 paragraf, terselip di
antara paragraph-paragraf lain dalam lajur berita peristiwa kampanye.
Namun
terdapat pula berita yang mengulas masalah lingkungan secara panjang
lebar. Misalnya dalam rubrik Prespektif (Mega Beri Bukti Bukan Janji)
dalam Harian Suara Pembaruan. Rubrik ini kerap mengulas panjang lebar
sosok Megawati dalam bingkai positif, salah satunya mengenai lingkungan.
Narasumber yang dipilih adalah Nabiel Makarim, Menteri Lingkungan
Hidup.
Terdapat kemungkinan ini
merupakan bentuk kerjasama Suara Pembaruan dengan tim sukses Megawati.
Semisal iklan berita atau advertorial. Berita yang menceritakan
penyosokan Megawati ini diimbuhi track record Mega, yang pada 15 Agustus
2003, dalam pidato kenegaraannya menempatkan program lingkungan sebagai
salah satu dari sembilan prioritas pembangunan. (Lihat Tabel 13. Tema Berita Lingkungan Hidup dalam Kampanye Pemilihan Presiden di Suratkabar, 1 Juni-1 Juli 2004 dan Tabel 14. Narasumber Berita Lingkungan Hidup dalam Kampanye Pemilihan Presiden di Suratkabar, 1 Juni-1 Juli 2004)
Berita
bersumber pemerintah itu, salah satunya memberikan informasi mengenai
Megawati yang peduli terhadap lingkungan. Judul yang dipilih Suara
Pembaruan (11/06/04) adalah Nabiel Bercerita Bunga Anggrek di Meja Mega.
Pemilihan judul ini tentunya menguatkan sisi feminin Mega yang
bertautan dengan soal lingkungan. Mega digambarkan sebagai pelindung dan
perawat lingkungan (feminine) melawan kekuatan perusak lingkungan
(maskulin).
Pembaca seolah dibawa
kepada citra Megawati yang tak aji mumpung, menggarap lingkungan di
saat kampanye. Sebab, Megawati peduli lingkungan sejak dahulu. Simak
nukilan pembuka berita Suara Pembaruan:
Di
mata Menteri Lingkungan Hidup, Nabiel Makarim, kepedulian Presiden
Megawati Soekarnoputri kepada lingkungan bukan sesuatu hal yang datang
secara tiba-tiba, atau terkait dengan pemilihan presiden.
Megawati yang dikenal menyukai tanaman memiliki komitmen jelas mengenai lingkungan hidup di Indonesia.
Sumber: Suara Pembaruan (11/06/04)
Sumber: Suara Pembaruan (11/06/04)
Penyosokan
positif lainnya terdapat dalam judul Megawati Cinta Lingkungan, dengan
narasumber Agus “Pungky” Purnomo, Peneliti Senior LSM Pelangi sekaligus
Direktur Wahana Lingkungan Hidup. Pungky lebih banyak memuji Megawati
ketimbang menyodorkan fakta sebenarnya. Kalimat seperti :
Diakuinya,
selama 25 tahun bergelut di bidang pelestarian lingkungan, belum pernah
melihat seorang kepala negara yang menunjukkan kepedulian mendalam pada
kelestarian lingkungan hidup.
Sumber: Suara Pembaruan (11/06/04)
Sumber: Suara Pembaruan (11/06/04)
Sejatinya
masalah llegal logging dan perusakan hutan lainnya meningkat sejak lima
tahun terakhir. Pungky seolah tak mengamati kerusakan hutan yang
meningkat pesat lima tahun terakhir, akibat pemain illegal logging
bertambah banyak. Hal itu terjadi karena pengusaha-pengusaha yang
mengantongi HPH di zaman Orde Baru terlilit hutang dan menghentikan
operasinya. Berganti dengan pengusaha-pengusaha baru, baik kecil maupun
besar.
Sementara jatah tebangan
tahunan melalui rencana karya tahunan (RKT) yang ditetapkan pemerintah
dengan realisasi penebangan kayu di lapangan besar pasak daripada tiang.
RKT 2004 ditetapkan sebesar 5,7 juta m3, namun volume kayu yang
ditebang per tahun mencapai 80 juta m3 atau 14 kali lebih besar dari
jatah resmi. Hal ini akibat permintaan industri kayu dalam dan luar
negeri meningkat pesat. Di dalam negeri sendiri kapasitas terpasang
industri kayu olahan amat besar sekitar 74 juta m3 per tahun, sehingga
menciptakan permintaan yang sangat besar.
Sedangkan
informasi mengenai program kerja capres-cawapres dapat ditemui dalam
Suara Pembaruan (30/06/04) rubrik Pemilu Presiden 2004. Kubu Amien
Rais-Siswono Yudo Husodo menjanjikan semua persoalan korupsi, masuknya
beras impor, dan illegal logging akan dibenahi. Mereka juga menjanjikan
berani memberantas kejahatan penebangan liar (illegal logging).
Sementara Megawati-Hasyim menawarkan pengurangan eksploitasi hutan
secara berlebihan dengan melalui penetapan kuota perdagangan kayu hasil
hutan (Suara Pembaruan, 30/06/04).
Lalu
bagaimana media massa cetak memberitakan isu persoalan hutan berkaitan
dengan kampanye? dari berita yang dianalisis, dapat disimpulkan, meski
media massa cetak memungkinkan menggarap berita lebih dalam, namun tak
dilakukan oleh media. Alhasil tak berbeda antara liputan televisi dan
media cetak. Informasi mengenai masalah kehutanan berkaitan dengan
kampanye mampat sudah.
Illegal
logging pada umumnya sebatas disebut namun tak ada penjelasan rinci.
Hanya Amien Rais dalam programnya menyebut akan memberantas penebangan
liar (illegal logging) bila terpilih menjadi presiden (Suara Pembaruan,
30/06/04).
Uniknya, pemaparan program Megawati dan Hasyim Muzadi terbilang sangat sering dalam Suara Pembaruan, ketimbang capres lain. Malah Megawati-Hasyim Muzadi ditulis dalam dua artikel: Program Lima Tahun Megawati-Hasyim di Bidang Ekonomi: Peningkatan Daya Saing Internasional (Suara Pembaruan, 11/06/04 dan 15/06/04).
Uniknya, pemaparan program Megawati dan Hasyim Muzadi terbilang sangat sering dalam Suara Pembaruan, ketimbang capres lain. Malah Megawati-Hasyim Muzadi ditulis dalam dua artikel: Program Lima Tahun Megawati-Hasyim di Bidang Ekonomi: Peningkatan Daya Saing Internasional (Suara Pembaruan, 11/06/04 dan 15/06/04).
Suara
Pembaruan (15/06/04) memaparkan pada edisi 2, empat program
Megawati-Hasyim, salah satunya berwawasan lingkungan. Program yang
mengangkat isu di luar illegal logging, yakni pengelolaan sumber daya
alam termasuk hutan, laut, tambang, air, daan lingkungan hidup yang
berkesinambungan. Termasuk mencegah kerusakan sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang lebih ramah.
Tema
illegal logging diberitakan pula dalam rubrik Sosok, yang memberi
informasi mengenai profil Amien Rais. Sayangnya, rubrik ini tak
menekankan kebijakan apa yang akan dia ambil. Berita ini sebatas
pemaparan kehancuran hutan pada tahun-tahun terakhir. Amien mengatakan
banyak pejabat pemerintah yang mengetahui adanya praktek pembalakan
hutan, namun mereka tampaknya tak berdaya. Mereka mengetahui adanya
penebangan liar, apalagi penebangan itu dilakukan dengan peralatan
berat, (Kompas, Memimpin dengan Niat Lurus, 23/06/04). Namun pada Kompas
(04/06/04) Amien menyatakan, pemberantasan illegal logging sangat
bergantung kepada keberanian pemerintah untuk memberantasnya.
Dalam
Kompas (23/6/04) berjudul Amien Rais: Saya harus Menyelesaikan
Reformasi, Amien memprogramkan akan menghentikan dengan sungguh-sungguh
pencurian pasir di Riau. Sedangkan Megawati memiliki program yang unik
untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Dia menyerukan sistem bank pohon,
yakni dunia usaha dan masyarakat berperan secara aktif mempercepat
pemulihan kerusakan ekologis. Caranya, antara lain pemerintah
menyediakan bibit pohon, lalu bersama-sama masyarakat melakukan
reboisasi di lahan-lahan kritis.
Hutan
Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia, di
mana Indonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut Megadiversity Country. Hutan
Indonesia merupakan rumah bagi ribuan jenis flora dan fauna yang banyak
diantaranya adalah endemik di Indonesia. Dalam kenyataannya pemanfaatan
hutan alam yang telah berlangsung sejak awal 1970-an ternyata
memberikan gambaran yang kurang menggembirakan untuk masa depan dunia
kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan penghasil devisa,
peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta mendorong
pembangunan wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan hutan
alam menyisakan sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain
tingginya laju deforestasi yang menimbulkan kekhawatiran akan tidak
tercapainya kelestarian hutan yang diperkuat oleh adanya penebangan liar
(Illegal Logging).
Penebangan
liar yang mencapai jantung-jantung kawasan konservasi, hutan lindung
dan hutan produksi menunjukkan peningkatan dan parahnya situasi
penebangan liar. Penebangan liar adalah penyebab utama penggundulan
hutan di Indonesia yang mencapai tingkat kecepatan 1.6 – 2.0 juta hektar
per tahun sehingga Menteri Kehutanan Indonesia telah menempatkan
pembasmian aktivitas penebangan liar termasuk perdagangan
kayu illegalsebagai agenda utama dalam lima kebijakan utama sektor
kehutanan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang
kemudian kebijakan ini dilanjutkan pada masa pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dengan pendekatan-pendekatan yang lebih
proaktif.
Penebangan liar
merupakan sebuah bencana bagi dunia kehutanan Indonesia yang berdampak
luas bagi kondisi lingkungan, politik, ekonomi dan sosial budaya
Indonesia. Mengingat hal tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas
mengenai definisi dan latar belakang terjadinya illegal logging, siapa
aktornya?, bagaimana polanya?, apa dampaknya?, bagaimana proses
penegakan hukumnya?, mengapa sulit dihentikan? dan bagaimana upaya
penanggulanngannya?.
Definisi Ilegal Logging
Menurut
konsep manajemen hutan sebetulnya penebangan adalah salah satu rantai
kegiatan yaitu memanen proses biologis dan ekosistem yang telah
terakumulasi selama daur hidupnya. Penebangan sangat diharapkan atau
jadi tujuan, tetapi harus dicapai dengan rencana dan dampak negatif
seminimal mungkin (reduced impact logging). Penebangan dapat dilakukan oleh siapa saja asal mengikuti kriteria pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management), tetapi kegiatan penebangan liar (illegal logging) bukan dalam kerangka konsep manajemen hutan.
Penebangan
liar dapat didefinisikan sebagai tindakan menebang kayu dengan
melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah kejahatan yang
mencakup kegiatan seperti menebang kayu di area yang dilindungi, area
konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa ijin yang tepat
di hutan-hutan produksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal
dan produk kayu illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan.
Dengan kata lain, batasan/pengertian illegal logging
adalah meliputi serangkaian pelanggaran peraturan yang mengakibatkan
eksploitasi sumber daya hutan yang berlebihan. Pelanggaran-pelanggaran
ini terjadi di semua lini tahapan produksi kayu, misalnya pada tahap
penebangan, tahap pengangkutan kayu gelondongan, tahap pemrosesan dan
tahap pemasaran; dan bahkan meliputi penggunaan cara-cara yang korup
untuk mendapatkan akses ke kehutanan dan pelanggaran-pelanggaran
keuangan, seperti penghindaran pajak. Pelanggaran-pelanggaran juga
terjadi karena kebanyakan batas-batas administratif kawasan hutan
nasional, dan kebanyakan unit-unit hutan produksi yang disahkan secara
nasional yang beroperasi di dalam kawasan ini, tidak didemarkasi di
lapangan dengan melibatkan masyarakat setempat.
Terjadinya kegiatan penebangan liar di Indonesia didasari oleh beberapa permasalahan yang terjadi, yaitu :
Masalah Sosial dan Ekonomi
Sekitar
60 juta rakyat Indonesia tergantung pada keberadaan hutan, dan
kenyataanya sebagian besar dari mereka hidup dalam kondisi kemiskinan.
Selain itu, akses mereka terhadap sumberdaya hutan rendah. Kondisi
tersebutlah kemudian dimanfaatkan oleh para pemodal yang tidak
bertanggung jawab, untuk mengeruk keuntungan cepat dengan menggerakkan
masyarakat untuk melakukan penebangan liar. Hal ini diperburuk dengan
datangnya era reformasi dan demokratisasi, yang disalah tafsirkan yang
mendorong terjadinya anarki melalui pergerakan massa. Yang pada
gilirannya semakin menguntungkan para raja kayu dan pejabat korup yang
menjadi perlindungan mereka.
Dampak Ilegal Logging
Kegiatan penebangan kayu secara liar (illegal logging)
telah menyebabkan berbagai dampak negatif dalam berbagai aspek, sumber
daya hutan yang sudah hancur, selama masa orde baru kian menjadi rusak
akibat maraknya penebangan liar dalam jumlah yang sangat besar. Kerugian
akibat penebangan liar memiliki dimensi yang luas tidak saja terhadap
masalah ekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial, budaya, politik
dan lingkungan.
Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging
telah mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara.
Berbagai sumber menyatakan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh
illegal logging , mencapai Rp.30 trilyun per tahun. Permasalahan ekonomi
yang muncul akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat
hilangnya pohon, tidak terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi lebih
berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti hilangnya kesempatan
untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opprotunity cost).
Sebenarnya pendapatan yang diperoleh masyarakat (penebang, penyarad)
dari kegiatan penebangan liar adalah sangat kecil karena porsi
pendapatan terbesar dipetik oleh para penyandang dana (cukong). Tak
hanya itu, illegal logging juga mengakibatkan timbulnya berbagai anomali
di sektor kehutanan. Salah satu anomali terburuk sebagai akibat
maraknya illegal logging adalah ancaman proses deindustrialisasi sektor
kehutanan. Artinya, sektor kehutanan nasional yang secara konseptual
bersifat berkelanjutan karena ditopang oleh sumber daya alam yang
bersifat terbaharui yang ditulang punggungi oleh aktivitas pengusahaan
hutan disektor hulu dan industrialisasi kehutanan di sektor hilir kini
tengah berada di ambang kehancuran.
Dari
segi sosial budaya dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung
jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada
umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah serta antara
baik dan buruk. Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak
ditegakkan ataupun kalau ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang
salah. Perubahan nilai ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk
dikembalikan tanpa pengorbanan yang besar.
Kerugian
dari segi lingkungan yang paling utama adalah hilangnya sejumlah
tertentu pohon sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang
berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya
produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman
hayati. Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan
kepunahan suatu spesies termasuk fauna langka.
Kemampuan
tegakan (pohon) pada saat masih hidup dalam menyerap karbondioksida
sehingga dapat menghasilkan oksigen yang sangat bermanfaat bagi mahluk
hidup lainnya menjadi hilang akibat makin minimnya tegakan yang tersisa
karena adanya penebangan liar. Berubahnya struktur dan komposisi
vegetasi yang berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan yang
tadinya mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan juga sebagai wilayah
perlindungan sistem penyangga kehidupan telah berubah peruntukanya yang
berakibat pada berubahnya fungsi kawasan tersebut sehingga kehidupan
satwa liar dan tanaman langka lain yang sangat bernilai serta unik
sehingga harus jaga kelestariannya menjadi tidak berfungsi lagi. Dampak
yang lebih parah lagi adalah kerusakan sumber daya hutan akibat
penebangan liar tanpa mengindahkan kaidah manajemen hutan dapat mencapai
titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula menjadi tidak
mungkin lagi (irreversible).
Proses Penegakan Hukum
Upaya
memberantas kegiatan illegal logging telah dilakukan tetapi belum
meperlihatkan hasil yang maksimal karena masih lemahnya penegakan hukum
di Indonesia. Terdapat beberapa kasus penebangan liar dan korupsi yang
berhasil dibawa ke pengadilan, namun hampir semuanya mendapat hukuman
ringan atau bahkan bebas sama sekali. Hakim mungkin dipengaruhi oleh
penyokong dana penebangan liar dan orang-orang yang mewakilinya. Hakim
sebagai aparat pemerintah mungkin juga menghadapi tekanan untuk membuat
keputusan yang menguntungkan bagi para aktor intelektual pembalakan
liar. Penegakan hukum sebagai salah satu solusi yang dapat diandalkan
dalam menyelesaikan permasalahan illegal logging diperlukan adanya
perbaikan moral dan kemampuan aparat penegak hukum termasuk didalamnya
pemberian reward dan punishment. Selain itu diperlukan adanya inovasi
dengan menggunakan perangkat hukum yang baru (Undang-undang Korupsi dan
Undang-undang tindak pencucian uang) untuk menangkap otak dibalik tindak
kejahatan illegal logging serta perlunya dibuat proses pengadilan yang
lebih mudah untuk menghukum mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar